Pada dasarnya, hukum asal mobil adalah harta yang tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Sebab, fungsi utama mobil adalah sarana penunjang hidup seseorang. Ketentuan ini berdasarkan pada hadits Rasulullah saw, “Tidak ada kewajiban atas seorang muslim untuk menzakati hamba sahayanya dan kuda tunggangannya.” (HR Bukhari).
Kedudukan mobil sebagai sarana penunjang hidup atau sarana transportasi dapat diibaratkan sebagai kuda tunggangan. Oleh karena itu, tidak ada kewajiban atas seorang muslim untuk menzakati mobil yang ia miliki. Namun, mobil sebagai harta yang tidak wajib dizakati dapat menjadi harta yang wajib dizakati bila status dan fungsi mobil itu berubah.
Syaikh Ibnu Baz dalam, Fatawa Az-Zakah, menjelaskan jika kendaraan tersebut digunakan untuk sehari-hari, tidak disewakan maka tidak ada kewajiban zakat atasnya. Namun jika dipergunakan untuk diperjual belikan atau atau disewakan yang menghasilkan uang, maka nilai mobil tersebut menjadi wajib dikeluarkan zakatnya sesuai dengan ketentuan zakat penghasilan.
Berdasarkan penjelasan di atas sangat jelas bahwa jika sebuah mobil tidak menghasilkan uang dan tidak disewakan apalagi hanya dipakai sendiri, ulama menjelaskan tidak wajib untuk mengeluarkan zakat. Namun dianjurkan untuk bersedekah/ berinfak agar lebih berkah.
Namun, jika mobil tersebut disewakan, diperjual belikan atau mendapatkan keuntungan melalui usaha yang dimaksud maka wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak 2.5 % dari jumlah pendapatan tersebut bila sudah mencapai senilai 522 kg beras.