ZAKAT USAHA PERTANIAN DAN PERKEBUNAN MODERN

Usaha pertanian dan perkebunan saat ini tentu berbeda dengan pertanian dan perkebunan pada masa Rasulullah `. Sistem pertanian dan pengelolaan pertanian pada masa Rasulullah ` masih sangat sederhana. Sebagian besar pengelolaannya masih bersifat individu dan belum berbentuk korporasi besar. Sementara pertanian dan perkebunan saat ini banyak yang bernaung di bawah perusahaan. Jenis pertanian dan perkebunannya juga tidak terbatas pada bahan makanan pokok.

  1. Zakat Hasil Pertanian dan Perkebunan Untuk Bisnis

Tidak semua pertanian dan perkebunan bahan

makanan atau buah-buahan layak dikonsumsi. Saat ini, banyak sekali manfaat perkebunan yang diperoleh dengan cara menjual hasil pertanian dan perkebunan tersebut. Misalnya, perkebunan karet, jati, akasia, kakau (coklat), dan kelapa sawit. Hal ini disebabkan seseorang tidak dapat menikmati karet secara langsung. Begitu pula hasil kelapa sawit, seseorang menaman tanaman tersebut bukan untuk mengonsumsi hasilnya, melainkan untuk menjual hasilnya.

Ulama berselisih pendapat tentang zakat atas pertanian dan perkebunan yang memiliki dua kriteria semacam itu, yaitu ada unsur perdagangan dan unsur hasil buminya. Dalam hal ini, ada dua pendapat sebagai berikut.

  1. Zakatnya adalah zakat perkebunan. Nilai zakatnya 10% dari hasil yang diperoleh setelah mencapai nisab senilai dengan 653 Kg gabah kering giling (setara dengan 522 Kg beras). Pendapat ini dinyatakan oleh ulama Malikiyyah, ulama Syafi’iyyah dalam pendapat yang terbaru (qaul jadid), dan salah satu pendapat dalam mazhab Hanabilah.
  2. Zakatnya adalah zakat perdagangan. Pendapat ini dikemukakan oleh ulama Hanafiyyah, ulama Syafi’iyyah, dan sebagian kalangan dari Hanabilah.

Pendapat yang kuat dari dua pendapat di atas adalah pendapat yang pertama. Sebab, karakter yang melekat dan utama yang ada pada perkebunan tersebut adalah hasil bumi. Dengan demikian, tentu yang menjadi sandaran penghitungan zakatnya adalah berdasarkan zakat hasil bumi.

  • Biaya Operasional

Mengenai biaya operasional, ada dua pertanyaan

yang perlu diketahui jawabannya. Yaitu, apakah biaya operasional mengurangi kewajiban zakat? Dan, apakah utang untuk operasional mengurangi kewajiban zakat?

Dalam hal ini terjadi polemik antara ulama. Hal ini dikarenakan tidak ada nas (teks keagamaan dari Al-Quran maupun hadits) yang secara eksplisit (terang-terangan) menjelaskan persoalan tersebut. Oleh karena itu, ulama kontemporer menggali pendapat para sahabat dan ahli fikih klasik.

  1. Biaya operasional dan utang tidak mengurangi kewajiban zakat. Sebagai contoh, bila nilai hasil panen dengan pengairan dari sungai atau air hujan mencapai Rp 100 juta, maka zakatnya 10%, yaitu senilai Rp 10 juta. Atau, bila pengairannya menggunakan biaya, maka zakatnya menjadi 5%, yaitu senilai Rp 5 juta. Yang berpendapat ini adalah ulama Syafi’iyyah, Zahiriyyah, Malikiyyah, Ahmad (dalam satu riwayatnya), Hanafiyyah, al-Auza’i, dan Abdurrahman as-Sa’di. Mereka berhujah (memberikan argumentasi) Rasulullah ` mengutus beberapa sahabat untuk mengambil zakat dari hasil pertanian umat muslim saat itu. Saat menarik zakat, para petugas tidak bertanya tentang utang atau biaya operasional yang dikeluarkan oleh petani.
  2. Biaya operasional dan utang untuk kebutuhan pokok pertanian dan perkebunan menjadi pengurang kewajiban zakat. Pendapat ini mengikuti pandangan ‘Ata’, Hasan, dan an-Nakha’i.

Dari kedua pendapat di atas, pendapat pertama merupakan pendapat yang kuat. Sebab, penambahan biaya dalam hal itu berfungsi menambah penghasilan pertanian atau perkebunan.

HARTA WAJIB ZAKAT PADA MASA RASULULLAH

Harta wajib zakat pada masa Rasulullah ` adalah sebagai berikut.

  1. Pertanian dan Perkebunan

Allah   l berfirman,  “Wahai   orang-orang

yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji” (QS. 2: 267).

Rasulullah ` bersabda, “Tidak ada kewajiban zakat (atas hasil pertanian) di bawah 5 wasaq” (HR. Bukhari Muslim).

Para ulama sepakat bahwa zakat diwajibkan atas jelai (sya’ir), gandum (qamh), kurma, dan anggur kering. Sedangkan untuk tanaman yang lainnya para ulama berbeda pendapat.

Berdasarkan hadits di atas, para ulama berpendapat bahwa pertanian yang berupa makanan dan memungkinkan untuk disimpan, maka wajib dikeluarkan

zakatnya. Adapun hasil pertanian atau perkebunan yang bukan bertujuan untuk dikonsumsi ataupun tidak memungkinkan disimpan dalam waktu lama, para ulama berbeda pendapat tentang metode zakatnya. Uraian lebih lanjutnya akan disampaikan pada pembahasan tentang zakat usaha pertanian dan perkebunan modern.

  • Emas dan Perak

Allah  l berfirman,  “Dan  orang-orang  yang

menyimpan emas dan perak, dan tidak menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih” (QS. 9: 34).

Beberapa ulama tafsir berpendapat bahwa maksud dari kalimat “menafkahkannya di jalan Allah” adalah menunaikan hak-hak harta itu. Salah satu bentuk hak atas harta tersebut adalah zakat.

Rasulullah ` bersabda, “Tidak ada kewajiban zakat atas perak yang nilainya di bawah 5 uqiyah (200 dirham)” (HR. Bukhari). Anas bin Malik a meriwayatkan bahwa Abu Bakar a pernah menuliskan ketentuan zakat dari Rasulullah `, yaitu, “Pada perak (200 dirham) kewajiban zakatnya 2,5%.”

Ulama bersepakat (ijmak) bahwa zakat emas dan perak wajib dikeluarkan jika sudah memenuhi kriteria wajib zakat. Dengan demikian, nisab emas adalah 20 dinar atau 85 gram emas, nisab perak 200 dirham, dan nilai zakat yang harus dikeluarkan 2,5 %.

  • Harta Perniagaan

Allah   l berfirman,  “Wahai   orang-orang

yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji” (QS. 2: 267).

Para ahli fikih berpendapat bahwa kalimat “(di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik” pada ayat di atas menjadi dasar bagi zakat perniagaan. Dalil yang paling kuat tentang zakat perniagaan adalah ijmak (kesepakatan) ulama.

Nisab harta perniagaan adalah sama dengan nisab emas (senilai 85 gram emas). Sistem pencapaian nisab harta perniagaan tergabung dengan harta lain yang berupa emas, perak, uang, dan sejenisnya.

  • Binatang Ternak

Para ulama sepakat bahwa unta, sapi, dan kambing termasuk   binatang    ternak    yang    wajib    dikeluarkan

zakatnya. Kewajiban zakat itu berlaku jika jumlahnya telah mencapai nisab. Hanya saja, ada perbedaan di kalangan ulama tentang zakat binatang ternak yang tidak digembala di padang rumput. Sebagian besar ulama berpendapat tidak ada kewajiban zakat atas binatang ternak yang tidak digembala di padang rumput meskipun jumlahnya mencapai nisab. Sedangkan ulama Malikiyyah berpendapat bahwa status sebagai binatang ternak yang digembala di padang rumput bukanlah syarat wajib zakat. Oleh karena itu, jika ada binatang ternak yang mencapai nisab tetapi tidak digembalakan di padang rumput, pemiliknya tetap wajib mengeluarkan zakat.

  • Rikaz Atau Harta Terpendam

Rikaz adalah harta peninggalan orang terdahulu

yang terpendam di dalam tanah atau di bawah puing-puing bangunan terdahulu yang tidak dilintasi manusia atau pada tempat yang asing. Mengenai hal ini, ulama berbeda pendapat apakah kewajiban zakat terhadap harta terpendam itu harus memenuhi nisab terlebih dahulu ataukah tidak. Sebagian ulama berpendapat bahwa kewajiban zakat atas harta terpendam tidak terkait dengan nisab. Sebagian ulama lainnya justru mensyaratkan pencapaian nisab. Nilai zakat atas rikaz adalah 20% dari harta terpendam yang ditemukan.

Kalau Punya Gaji 8 Juta Sudah Wajib Zakat Belum ya?

Sahabat, jika kalian memiliki penghasilan dengan jumlah dan perhitungan tertentu dari profesi atau pekerjaan, maka ada kewajiban untuk mengeluarkan zakat. Inilah yang dinamakan oleh para ulama sebagai Zakat Penghasilan.

Sama seperti jenis zakat lainnya, zakat penghasilan ini juga termasuk wajib dikeluarkan karena jenis zakat ini merupakan qiyas atau analogi dari zakat harta.

Menurut Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Umar bin Abdul Aziz dan ulama modern seperti Yusuf Qardhawi mereka mengqiyaskan zakat penghasilan dengan zakat pertanian yang dikeluarkan tiap kali didapatkan.

Semua jenis zakat memiliki hitungan tersendiri yang berbeda, namun syarat dasar nya tetap sama yakni telah mencapai nishab dan haul.

Nishab zakat penghasilan setara dengan 653kg gabah (Harga Gabah Rp 5.600/kg) atau sebanyak 2,5% dari setiap penghasilan yang telah kita terima.

Misalnya sahabat berpenghasilan Rp 8juta dalam satu bulan.

Nilai ini sudah terkena wajib zakat, karena lebih dari nilai nishab yang sebesar (653Kgx5600 = 3.656.00)

Maka perhitungannya adalah: Rp 8.000.000 x 2,5% = Rp 200.000

Nah, ternyata gaji 8 juta sudah wajib zakat nih sahabat.

Apakah Rumahku wajib zakat ?

Apakah Rumahku wajib zakat ?

Rumah merupakan salah satu istilah sebagai salah satu tempat tinggal dalam jangka waktu tertentu maupun menetap. Sekarang tidak jarang banyak orang yang menjadikan juga rumah sebagai investasi untuk jangka panjang. Sebagian dari mereka malah ada yang memiliki lebih dari 1 rumah. Lantas apakah wajib membayar zakat dari rumah tersebut?

Seperti halnya sebuah mobil, rumah juga merupakan harta yang tidak wajib dizakati. Namun hukumnya menjadi wajib ketika rumah tersebut tidak hanya menjadi tempat tinggal sehari-hari. Rumah yang disewakan atau rumah yang diperjualbelikan akan menjadi wajib zakat.

Intinya sebuah rumah yang menghasilkan uang dari usaha itu, maka penghasilan dari hasil usaha itulah yang ada hitung-hitungan zakatnya. Tetapi jika rumah itu hanya digunakan sebagai hunian pribadi, tanpa memberikan pemasukan usaha, para ulama umumnya tidak memasukkan adanya kewajiban pengeluaran zakat dari rumah dan kendaraan tersebut.

Jika seseorang memiliki lebih dari satu rumah dan disewakan maka penghasilan dari uang sewa tersebutlah yang terkena hitungan zakat. Namun jika kedua rumah tersebut dipergunakan untuk tempat tinggal sehari-hari maka tidak wajib untuk mengeluarkan zakat.

Besar zakatnya adalah 2,5% dari jumlah pendapatan tersebut sesuai dengan ketentuan zakat penghasilan, yakni bila penghasilannya sudah mencapai senilai 522 kg beras.

Bayar Hutang dulu atau Zakat dulu ?

Bayar Hutang dulu atau Zakat dulu ?

Hutang dan zakat memiliki kedudukan yang sama yakni keduanya wajib ditunaikan. Bagi Muslim yang memiliki harta yang telah mencapai nishab dan haul maka ia wajib membayarkan zakatnya, pun demikian bagi seseorang yang memiliki hutang maka ia wajib membayarnya. Kita bisa melihat banyaknya dalil terkait wajibnya zakat dan membayar hutang.

Namun yang jadi pertanyaan berikutnya yakni ketika ada hutang lantas bagaimana kewajiban zakatnya? Terjadi perbedaan pendapat mengingat tak ada teks Quran maupun sunnah yang secara eksplisit menjelaskan hal tersebut. Utsman –radhiyallahu ‘anhu- bahwa beliau berkata pada bulan Ramadhan, “Bulan ini adalah bulan berzakat kalian, barang siapa mempunyai tanggungan hutang maka segera melunasinya”

Hal ini menunjukkan jika hutangnya sudah jatuh tempo, dan ia ingin segera melunasinya, maka wajib didahulukan hutangnya daripada zakat. Sedangkan hutang yang masih jauh jatuh temponya, maka tidak menjadi penghalang untuk membayarkan zakat dari harta yang ada sekarang.

Disebutkan dalam Fatwa Lajnah Daimah 9/189: “Pendapat yang benar dari para ulama bahwa hutang tidak menjadi penghalang dari membayar zakat, karena dahulu Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- telah mengutus para amilnya untuk mengumpulkan zakat dan tidak berkata apakah para muzaki nya masih mempunyai hutang apa tidak

Jadi hutang yang menjadi pengurang adalah hutang yang harus dibayar bersamaan pada waktu zakat. Jika seseorang menghadapi dua kewajiban pada waktu yang bersamaan (membayar hutang dan zakat), maka terlebih dahulu ia membayar hutangnya lalu mengeluarkan zakatnya. Kalau hutang itu termasuk hutang jangka panjang, maka hutang tidak mengurangi kewajiban zakat. Yang menjadi pengurang hanyalah hutang yang harus dibayar bersamaan dengan zakat. Wallahu’alam

Apakah Mobilku Wajib Zakat?

Apakah Mobilku Wajib Zakat?

Pada dasarnya, hukum asal mobil adalah harta yang tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Sebab, fungsi utama mobil adalah sarana penunjang hidup seseorang. Ketentuan ini berdasarkan pada hadits Rasulullah saw, “Tidak ada kewajiban atas seorang muslim untuk menzakati hamba sahayanya dan kuda tunggangannya.” (HR Bukhari).

Kedudukan mobil sebagai sarana penunjang hidup atau sarana transportasi dapat diibaratkan sebagai kuda tunggangan. Oleh karena itu, tidak ada kewajiban atas seorang muslim untuk menzakati mobil yang ia miliki. Namun, mobil sebagai harta yang tidak wajib dizakati dapat menjadi harta yang wajib dizakati bila status dan fungsi mobil itu berubah.

Syaikh Ibnu Baz dalam, Fatawa Az-Zakah, menjelaskan jika kendaraan tersebut digunakan untuk sehari-hari, tidak disewakan maka tidak ada kewajiban zakat atasnya. Namun jika dipergunakan untuk diperjual belikan atau atau disewakan yang menghasilkan uang, maka nilai mobil tersebut menjadi wajib dikeluarkan zakatnya sesuai dengan ketentuan zakat penghasilan.

Berdasarkan penjelasan di atas sangat jelas bahwa jika sebuah mobil tidak menghasilkan uang dan tidak disewakan apalagi hanya dipakai sendiri, ulama menjelaskan tidak wajib untuk mengeluarkan zakat. Namun dianjurkan untuk bersedekah/ berinfak agar lebih berkah.

Namun, jika mobil tersebut disewakan, diperjual belikan atau mendapatkan keuntungan melalui usaha yang dimaksud maka wajib dikeluarkan zakatnya sebanyak 2.5 % dari jumlah pendapatan tersebut bila sudah mencapai senilai 522 kg beras.

Zakat Fitrah dan Penyerahannya

Zakat Fitrah dan Penyerahannya

Bagaimana penyerahan zakat fitrah ? bolehkah perwakilan ?
Nah, sebelum menjawab pertanyaan diatas, tahukah kalian zakat fitrah itu apa ?
Berdasarkan salah satu dalil yang menyebutkan zakat fitrah, istilah yang digunakan adalah “zakat fitri” (arab: زَكَاةِ الْفِطْرِ) bukan “zakat fitrah” (زَكَاة الْفِطْرَةِ). Di antaranya, hadis dari Abdullah bin Umar radhiallahu ‘anhu; beliau mengatakan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَمَرَ بِإِخْرَاجِ زَكَاةِ الْفِطْرِ أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk menunaikan zakat fitri sebelum berangkatnya kaum muslimin menuju lapangan untuk shalat hari raya.” (H.r. Muslim,no.986).

Zakat Fitrah dapat disebut juga sebagai Zakat Puasa Bulan Ramadhan, dan juga bisa disebut zakat badan. Zakat badan diartikan sebagai mensucikan diri lahir dan bathin atau seringkali dikatakan sebagai awal (nol) dalam memulai kehidupan setelah kita menunaikan zakat. Dalam istilah ahli fiqih (fuqaha), zakat fitrah merupakan zakat wajib yang bagi setiap individu muslim yang mampu dengan syarat-syarat wajibnya zakat.

Dari sabda Nabi Muhammad SAW, yang menyatakan bahwa “ zakat fitrah dapar membersihkan orang yang berpuasa dari perbuatan sia-sia dan perkataan keji”. Menurut Hadis Nabi Muhammad SAW, yang menyatakan bahwa “ puasa ramadhan tergantung antara langit dan bumi dan tidak akan diangkat kehadapan allah kecuali dengan zakat fitrah.

Setelah perkenalan Zakat fitrah diatas, lalu bagaimana cara penyerahan zakat fitrah ? individu atau perwakilankah ?
Dalam Zakat itu, dapat diketahui ada 2 syarat penyerahannya antara lain :

Pertama. Niat di dalam hati, lebih utama lagi disertai dengan ucapan. Kedua. Memberikan kepada yang berhak menerima zakat. Untuk memulai atau melakukan suatu kebaikan diwajibkan kita berniat didalam hati, seperti halnya kita dalam pekerjaan yang kita lakukan dengan niat dalam hati pasti akan memperoleh hasil yang baik. Begitupun dalam zakat, maka tanpa menyebutkan kata fardhu itupun sudah sah, karena zakat yang dikeluarkan itu sudah pasti fardhu hukumnya. Berbeda dengan ibadah sholat. Namun yang paling utama adalah menyebutkan kata fardhu.

Penyerahan zakat dapat dilakukan oleh sendiri, melalui wakil atau diserahkan kepada imam(amil). Penyerahan zakat kepada imam (amil) itu lebih baik daripada diserahkan kepada wakil, jika imam (amil) terjadi penyelewengan dalam pengurusan atau pengelolaan zakat, maka lebih baik diserahkan sendiri atau lewat wakil. Sedangkan penyerahan zakat yang dilakukan sendiri itu lebih baik daripada lewat wakil.

Zakat yang diserahkan melalui wakil, menurut pendapat yang ashah niat dari yang melakukan sudah mencukupi, namun yang lebih utama wakilpun juga niat ketika menyerahkan zakat itu. Kecuali jika penyerahan zakat dan niatnya diwakilkan kepada wakil maka sudah cukup dengan wakil saja. Adapun zakat yang diserahkan melalui imam (amil) maka niatya cukup dilakukan disaat penyerahan kepada imam (amil), sekalipun amil tidak niat saat menyerahkan zakat kepada yang berhak menerima.

Definisi Zakat Secara Universal

Definisi Zakat Secara Universal

1. Pengertian Zakat
Ketika kita akan menunaikan zakat terlebih dahulu mengetahui definisi dari zakat secara universal atau secara umum. Kita sering menjumpai istilah zakat, yaitu zakat berasal dari bahasa Arab yaitu suci atau kesucian. Menurut istilah zakat adalah mengeluarkan harta dan makanan pokok berdasarkan kadar ukuran atau batas nishob untuk disalurkan kepada golongan orang yang berhak menerimanya (mustahik) dengan kriteria tertentu. Ketika seseorang sudah memenuhi nishob dan batas waktu yang telah ditentukan. Untuk waktunya (haul) yaitu satu tahun, maka diwajibkan atas mengeluarkan zakat.

Oleh karena itu hukum berzakat adalah fardhu ‘ain (wajib bagi setiap orang) bagi orang yang mampu. Tujuan zakat sesuai dengan firman Allah Ta’ala dalam Q.S At-Taubah Ayat 103:

خُذْ مِنْ اَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُ هُمْ وَتُزَكِّيْهِمْ بِهَا وَصَلِّ عَلَيْهِمْ اِنَّ صَلَوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمْ وَاللهُ سَمِيْعٌ عَلِيْمٌ

”Ambillah zakat dari harta mereka, guna membersihkan dan menyucikan mereka, dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan) ketentraman jiwa bagi mereka. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui”.

Jadi, tujuan dakwah adalah Allah memerintahkan umat Islam untuk menunaikan zakat guna membersihkan dan menyucikan jiwa serta dapat menumbuhkan jiwa yang tenteram dan supaya harta mereka tidak kotor karena harta titipan Allah sebagian ada pada muzakki tersebut atau orang yang telah maencapai batas nishob dan waktunya. Allah SWT berfirman dalam Qur’an Surat Az- Zaariyat (51) Ayat 19:

وَفِيْ اَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِّلسَّآئِلِ وَالْمَحْرُوْمِ (الذاريت: ١٩)

Artinya :
”Dan pada harta benda mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta, dan orang miskin yang tidak meminta”. (Q.S. Az-Zariyat 51: 19)

2. Macam- macam Zakat
Zakat dibagi menjadi dua, yaitu:
1) Zakat Fitrah
Zakat fitrah merupakan zakat diri yang dikeluarkan oleh setiap muslim berupa makanan pokok sehari-hari sebesar 2,5 Kg atau 3,1 Liter dan dilaksanakan pada sebagian bulan Ramadhan dan sebagian bulan Syawal. Hukum zakat fitrah adalah wajib bagi orang muslim baik itu laki-laki atau perempuan, besar kecil maupun merdeka atau hamba. Sebagaimana firman Allah SWT “Dirikanlah sholat dan tunaikan zakat”. (Q.S An-Nisa: 77). Ada lima hukum waktu pelaksanaan zakat fitrah: Pertama, wajib ketika membayar zakat fitrah terbenam matahari penghabisan bulan Ramadhan. Kedua, diperbolehkan ketika membayar zakat fitrah di awal ramadhan sampai akhir ramadhan. Ketiga, sunah ketika sesudah sholat shubuh sebelum pergi shalat idhul fitri. Keempat, makruh ketika membayar zakat fitrah sesudah shalat idhul fitri tetapi sebelum terbenam matahari pada hari raya. Kelima, haram ketika membayar zakat fitrah sesudah terbenam matahari pada hari raya.

2) Zakat Mal
Zakat mal merupakan zakat harta berdasarkan kadar ukuran atau batas nishob untuk disalurkan kepada golongan orang yang berhak menerimanya (mustahik) dengan kriteria tertentu. Hukumnya fardhu ‘ain bagi setiap orang yang memenuhi syarat-syaratnya. Sebagaimana firman Allah SWT “Ambilah dari harta mereka sedekah (zakat) untuk membersihkan mereka dan menghapuskan kesalahan mereka…” (Q.S. At-Taubah, 9 : 103).

No

JenisNishab/haul

Kadar Zakat

1

Emas98,6 gram haulnya 1 (satu) tahun2,5 %

2

Perak624 gram = 15,6 %2,5 %

3

Hasil Pertanian atau Perkebunan930 liter bersih dari kualitas10% jika pengairan tanpa biaya.

5% jika pengairan dengan biaya

4

Rikaz (harta terpendam)1/5 tidak perlu menungu 1 tahun20%

5

Hasil TambangSeharga Emas2,5%

6

Kambing40 – 120 ekor

 

121 – 200 ekor

 

201 – 399 ekor

 

Selanjutnya setiap ekor bertambah 100 ekor

1 ekor kambing umur 2 tahun atau lebih

2 ekor kambing umur 2 tahun atau lebih

3 ekor kambing umur 2 tahun atau lebih

1 ekor kambing umur 2 tahun atau lebih

7

Kerbau30 – 39 ekor

40 – 59 ekor

60 – 69 ekor

70 – 79 ekor

1 ekor kerbau umur 1 tahun

1 ekor kerbau umur 2 tahun

2 ekor kerbau umur 1 tahun

2 ekor kerbau umur 2 tahun

Potensi dan Perkembangan Zakat di Indonesia

Potensi dan Perkembangan Zakat di Indonesia

Pada awal masuknya agama islam ke Indonesia, zakat merupakan salah satu sumber dana untuk pengembangan ajaran islam serta sebagai pendanaan dalam perjuangan bangsa indonesia melawan penjajahan Belanda. Zakat pada masa tersebut tidak mempunyai masalah sama sekali, banyak kemajuan yang telah dicapai dengan dana zakat tersebut seperti pembangunan masjid, musholla, pesantren, gedung Universitas dan rumah sakit.

Hanya saja hal tersebut masih amat kecil bila dibandingkan dengan potensi yang demikian besar. Mungkin apabila potensi yang tergarap dapat lebih optimal, maka infrastrutur dan segala fasilitas serta sarana dan prasarana umat akan semakin lengkap dan umat akan menjadi lebih maju.

Pengelolaan zakat yang profesional, di harapkan pendistribusiannya lebih produktif, pemberian pinjaman modal misalnya, dalam rangaka peningkatan prekonomia masyarakat. Persoalan kemudian adalah bagaimana harta zakat itu dapat dikumpulkan untuk kemudian didistribusikan dan didayagunakan untuk kepentingan penerima zakat (mustahik). Para pemerhati zakat sepakat bahwa untuk dapat mengumpulkan, mendistribusikan, dan mendayagunakan zakat secara optimal, maka zakat harus dikelolah melalui lembaga.

Perkembangannya Zakat di Indonesia

Perkembangan zakat semakin menunjukkan arah yang menggembirakan. Keputusan Komisi VIII DPR untuk menjadikan Badan Amil Zakat Nasional sebagai mitra resmi komisi tersebut, menjadikan dukungan terhadap pengembangan zakat menjadi semakin besar. Apalagi, hal itu didukung oleh janji komisi tersebut yang akan menuntaskan amandemen UU Zakat pada Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2010. Dukungan politik yang lebih besar ini diharapkan dapat dioptimalkan oleh Baznas dan para stakeholder zakat lainnya, termasuk BAZ/LAZ yang ada, sehingga peran zakat dalam pembangunan masyarakat dapat meningkat secara signifikan, terutama dalam mengentaskan kemiskinan dan kesenjangan pendapatan.

Masuknya zakat ke dalam ruang politik yang lebih besar sesungguhnya telah menjadi sebuah kebutuhan. Selama ini zakat lebih banyak bermain pada ranah sosial kemasyarakatan lainya dunia LSM. Pada tahap awal perkembangan zakat, hal tersebut dapat dipahami, mengingat inisiator yang menggerakkan dunia perzakatan selama ini adalah masyarakat. Harus diingat bahwa sejarah perzakatan di Indonesia sedikit berbeda bila dibandingkan dengan negara-negara lain.

Jika mengamati perkembangan zakat selama dua dekade terakhir, di mana era 1990-an merupakan tonggak awal modernisasi zakat, baik dari sisi manajemennya maupun dari sisi perluasan cakupan harta objek zakat, maka dapat diambil kesimpulan bahwa perjalanan zakat masih belum optimal. Meski pertumbuhan penghimpunan zakat maupun program pendayagunaan zakat sangat luar biasa, terutama dalam 5 tahun terakhir, namun ternyata semua hal tersebut belum mampu mendongkrak peran zakat yang lebih besar lagi terhadap bangsa dan negara. Apalagi menjadikannya sebagai bagian integral dari kebijakan ekonomi negara.

Bahkan dalam forum National Summit yang dilaksanakan pada 29-31 Oktober 2009 lalu, isu zakat sama sekali tidak dibahas. Begitu pula dalam program 100 hari pemerintah yang akan dijadikan sebagai acuan kebijakan pemerintah hingga 2014. Ada beberapa kemungkinan mengapa pemerintah tidak memasukkan isu zakat dan juga isu ekonomi syariah lainnya. Pertama, kesadaran para pengambil kebijakan untuk mengikut sertakan zakat sebagai bagian integral kebijakan ekonomi negara masih sangat rendah.

Kedua, zakat masih dianggap belum terlalu penting untuk dimasukkan sebagai bagian dari kebijakan utama ekonomi nasional. Ketiga, sebagian penguasa melihat zakat dan instrumen ekonomi syariah lainnya masih dari perspektif ideologis religius semata, sehingga dianggap berpotensi mengancam prinsip kebhinekaan bangsa Indonesia, sebagaimana yang pernah terjadi dalam pembahasan RUU SBSN dan Perbankan Syariah pada 2008 di mana sekelompok kecil politisi menolak kedua RUU tersebut karena dianggap bertentangan dengan kemajemukan bangsa.

Tentu saja, yang menjadi alasan utamanya adalah pada poin kemungkinan pertama. Artinya, kondisi ini lebih disebabkan oleh kurangnya kesadaran elite penguasa untuk mengintegrasikan zakat ke dalam kebijakan ekonomi nasional sehingga ruang yang diberikan kepada zakat saat ini masih sangat sempit. Untuk itu, komunikasi dan sosialisasi kepada elite penguasa harus terus-menerus ditingkatkan.

Memang jika melihat sejarah Islam, jatuh bangunnya pengelolaan zakat sangat dipengaruhi oleh kondisi dan keputusan politik penguasa. Sebagai salah satu rukun Islam, kewajiban berzakat bersifat kekal abadi. Sehingga, aspek ritualitas zakat akan selalu terjaga oleh perintah Alquran dan Sunah yang bersifat mutlak, pasti, dan tidak dapat diubah.

Namun yang sering terlupakan, bahkan oleh umat Islam sendiri, adalah karakter politik zakat. Karakter politik inilah yang kemudian menjadikan instrumen zakat sebagai bagian fundamental dari sistem keuangan publik Islam. Zakat, bersama-sama dengan berbagai jenis pajak lainnya, telah menghiasi kebijakan perekonomian dunia Islam selama berabad-abad. Sehingga, dimensi ibadah al-maaliyah al-ijtimai’yyah zakat dalam menciptakan keadilan dan kesejahteraan masyarakat benar-benar dapat diwujudkan. Untuk menjaga karakter politik zakat tersebut, peran penguasa menjadi sangat mutlak. Jika karakter politik zakat ini tercerabut, zakat hanya akan menjadi ritual ibadah mahdlah yang bersifat pribadi semata, yang pelaksanannya diserahkan pada setiap individu. Karena itu, kesadaran akan karakter politik zakat inilah yang membuat khalifah Abu Bakar RA mendeklarasikan perang terhadap beberapa suku Badui yang tidak mau membayar zakat kepada pemerintah pascawafatnya Rasulullah SAW.

Pentingnya Zakat dalam Kehidupan

Mengingat pentingnya instrumen zakat, baik dari sisi ibadah mahdlah maupun dari sisi muamalahnya, sudah sewajarnya jika kita mencoba membangun kekuatan politik zakat yang kuat di negeri ini. Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan. Pertama, menjadikan amandemen UU zakat sebagai pintu masuk integrasi ke dalam kebijakan ekonomi negara secara lebih mendalam. Kedua, Baznas harus bisa memanfaatkan posisinya sebagai mitra resmi DPR maupun sebagai institusi yang juga berada di bawah pemerintah dalam mempercepat proses integrasi zakat dalam kebijakan nasional. Ketiga, perlu peningkatan peran FOZ sebagai kelompok lobi sekaligus sparing partner pemerintah dan DPR yang lebih efektif. Komunikasi dengan parpol juga harus secara intensif dilakukan.

Keempat, peran kampus sebagai pusat riset zakat perlu ditingkatkan. Ini sangat penting di dalam menyuplai data dan argumentasi akademik yang akan memperkuat kinerja zakat nasional. Dan yang kelima, sosialisasi secara intensif kepada seluruh komponen masyarakat harus terus-menerus dilakukan. Insya Allah melalui proses yang berkesinambungan ini, maka peran zakat sebagai institusi politik dan ekonomi umat dan bangsa akan semakin kuat.

Hikmah Mengeluarkan Zakat

Hikmah Mengeluarkan Zakat

Kita tentu sudah tahu definisi dari zakat itu apa. Zakat merupakan sesuatu yang wajib dikeluarkan bagi umat Islam berupa zakat fitrah dan zakat mal. Ketika telah mencapai nishab dan ketentuan waktunya, maka wajib dikeluarkan atau dizakatkan. Kemudian apakah hikmah dibalik mengeluarkan zakat? Ada beberapa hikmah dibalik mengeluarkan zakat, baik untuk mereka yang mengeluarkan maupun yang menerima zakat, diantaranya:

1. Membantu perekonomian yang rendah, agar mereka dapat menunaikan kewajiban terhadap Allah SWT dan terhadap sesamanya.
2. Membersihkan diri bagi yang mengeluarkan zakat dari sifat kikir dan akhlak yang tercela, serta mendidik mereka supaya lebih taqorrub kepada Allah Ta’ala dan sunnah-sunah Rasul-Nya dan mampu membiasakan diri membayar amanat kepada orang yang berhak menerimanya
3. Sebagai rasa syukur kita atas nikmat Allah SWT yang telah memberikan segala kenikmatan, kepada orang yang mengeluarkan zakat
4. Mencegah dari timbulnya kejahatan-kejahatan akibat dari rendahnya ekonomi bagi penerima zakat
5. Mendekatkan hubungan persaudaraan dan menghindari kesenjangan sosial antara yang kaya dan miskin
6. Menjadikan berkehidupan yang harmonis, tentram dan berkecukupan.