ZAKAT SAHAM

Harta wajib zakat pada dasarnya dibagi menjadi dua, harta wajib zakat karena zatnya dan harta wajib zakat karena sifatnya. Harta hasil pertanian, emas, perak, binatang ternak merupakan harta wajib zakat karena zatnya. Sedangkan harta perniagaan termasuk harta wajib zakat karena sifatnya.

Secara zat, kertas yang menjadi bahan surat berharga tidak termasuk wajib zakat. Surat berharga menjadi harta wajib zakat karena ada sifat wajib zakat yang melekat padanya. Para ulama berbeda pendapat dalam menentukan sifat wajib zakat yang melekat pada surat berharga itu berdasarkan fungsi surat berharga. Di sisi lain, para ulama juga berbeda pandangan mengenai zakat saham. Perbedaan ini muncul karena perbedaan pendekatan fikih terhadap saham. Berikut kami sampaikan 4 (empat) pandangan ulama sebagai berikut.

  1. Zakat saham dikeluarkan berdasarkan jenis aktivitas perusahaan. Kalau perusahaan bergerak di bidang manufaktur, zakat dikeluarkan atas keuntungannya. Tetapi kalau ia bergerak di bidang perdagangan, zakatnya adalah zakat perniagaan. Cara menghitungnya adalah nilai saham dikurangi harta pokok yang tidak wajib zakat. Pendapat ini dinyatakan oleh Abdurrahman Isa, Syekh Abdullah Bassam, dan DR. Wahbah az-Zuhaili.
  2. Zakat saham dikeluarkan berdasarkan niat orang yang menanamkan saham dan jenis aktivitas perusahan yang mengeluarkan saham. Jika aktivitas perusahaan bergerak di bidang pertanian, zakatnya adalah zakat pertanian; jika manufaktur, zakatnya adalah zakat perniagaan dari keuntungan bersih; dan jika aktivitasnya berupa trading, maka zakatnya adalah zakat perniagaan. Tetapi, jika kepemilikan saham itu untuk diperdagangkan, maka zakatnya mengikuti zakat perniagaan. Yang terakhir ini merupakan pendapat Syekh Abdullah bin Mani’ dan DR. Ahmad al-Haji al-Kurdi.
  3. Apa pun tujuan kepemilikan saham dan jenis aktivitas perusahaan yang menerbitkan saham, maka zakat saham sama dengan zakat perniagaan. Demikianlah pendapat yang dikemukakan oleh Syekh Abu Zahrah, Abdurrahman Hasan, Abdul Wahab Khalaf, DR. Abdurrahman al-Hulw, DR. Rafiq al-Misri, dan DR. Hasan al-Amin. Berbeda dengan pandangan DR. Yusuf al-Qaradawi, beliau mengatakan hal itu berlaku bila pemilik saham yang mengeluarkan zakatnya. Menurutnya, bila perusahaan yang mengeluarkan zakat, maka zakatnya adalah zakat perniagaan untuk perusahaan trading di mana penghitungan zakatnya setelah dikurangi aset tidak wajib zakat. Kalau perusahaannya bergerak di sektor manufaktur, zakatnya dikeluarkan dari keuntungan bersih perusahaan dengan nilai zakat 10%.
  4. Jika perusahaan yang mengeluarkan zakat, maka ia mengeluarkannya sebagai satu kesatuan. Artinya, kedudukan perusahaan seperti satu orang yang mengeluarkan zakat. Namun, bila pemilik saham yang mengeluarkan zakat secara pribadi, hal ini tergantung niatnya. Kalau niat memiliki saham untuk mengambil keuntungan per bulan, zakatnya mengikuti zakat mustagillat (harta yang bersumber dari harta lain). Tetapi, bila kepemilikannya untuk diperjualbelikan, zakatnya sama dengan zakat perniagaan.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, kami simpulkan bahwa pendapat yang kuat menyatakan, bila pihak pemilik saham yang mengeluarkan zakatnya dan ia dapat mengetahui mana harta wajib zakat dan tidak wajib zakat serta nilai kepemilikan barang niaga perusahaan yang ada, maka ia dapat mengeluarkan zakat perniagaan. Namun, bila ia tidak dapat mengetahui informasi itu secara rinci, ia mengeluarkan zakatnya 2,5% dari nilai saham yang dimiliki. Adapun bila pihak perusahaan yang mengeluarkan zakatnya, perusahaan mengeluarkan zakatnya berdasarkan jenis aktivitas perusahaan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *